Jakarta – Suara lantunan ayat suci yang biasanya mengalun dari asrama dan ruang belajar Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, INITOGEL kini berganti isak tangis. Reruntuhan bangunan yang ambruk pada Senin sore, 28 Oktober 2025, sekitar pukul 15.00 WIB, menjadi saksi bisu tragedi kemanusiaan yang merenggut puluhan nyawa santri.
Data terakhir, Selasa (7/10/2025), mencatat 61 orang meninggal dunia, sebagian besar adalah santri yang tengah mengikuti kegiatan belajar saat bangunan tiga lantai itu runtuh tanpa peringatan.
Tim SAR, TNI, Polri, hingga relawan berjibaku menyingkirkan puing-puing beton untuk mencari korban yang masih tertimbun. Sementara keluarga korban berkerumun di halaman pesantren, berharap keajaiban di tengah duka yang dalam.
Hingga saat ini, pihak kepolisian masih mendalami dugaan kelalaian dalam peristiwa ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny, langkah hukum itu dijalankan setelah proses evakuasi rampung.
“Indikasi awal penyebab runtuh akan dijelaskan oleh tenaga ahli agar valid secara ilmiah. Jadi, sabar dulu, kita selesaikan evakuasi korban,” ujar Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Nanang Avianto dalam keterangan tertulis, Minggu, 5 Oktober 2025.
Menurut Anang, kesimpulan mengenai dugaan kelalaian konstruksi hanya bisa dilakukan oleh ahli. Hal itu, masih dalam proses penelitian. Adapun polisi telah memanggil sejumlah saksi yang sebagian besar adalah santri pondok pesantren tersebut, termasuk pengelola pesantren.
Sebagai lembaga pendidikan pesantren, Al Khoziny merupakah salah satu Pesantren yang cukup lama berdiri, merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tertua dan paling berpengaruh di wilayah tersebut.
Dikenal juga sebagai Pesantren Buduran, institusi ini telah mencetak banyak ulama dan tokoh penting agama selama lebih dari satu abad. Keberadaan pesantren ini tidak lepas dari peran sentral para pengasuh dan pemiliknya yang secara turun-temurun menjaga tradisi keilmuan Islam.
Sejarah panjang Ponpes Al Khoziny dimulai dari sosok pendirinya, KH Raden Khozin Khoiruddin, yang meletakkan dasar-dasar pendidikan Islam di Buduran. Estafet kepemimpinan kemudian dilanjutkan oleh para keturunannya, memastikan keberlangsungan dan perkembangan pesantren hingga saat ini.
Memahami latar belakang dan peran para pengasuh Pesantren Al Khoziny menjadi penting untuk mengapresiasi kontribusi mereka dalam dunia pendidikan dan dakwah Islam di Indonesia. Dari Kiai Khozin Sepuh hingga KH R. Abdus Salam Mujib, setiap generasi telah memberikan sumbangsihnya dalam membentuk karakter dan keilmuan ribuan santri yang datang dari berbagai penjuru negeri.
Jejak Sejarah Pendirian Pesantren Al Khoziny
Tim SAR gabungan juga berhasil memetakan titik-titik yang diduga masih terdapat korban. Lokasi tersebut kini menjadi fokus utama pencarian. (AP Photo/Trisnadi)
Pondok Pesantren Al Khoziny didirikan oleh KH Raden Khozin Khoiruddin, yang akrab disapa Kiai Khozin Sepuh, sekitar tahun 1915 hingga 1920 Masehi. Beberapa sumber lain juga menyebutkan tahun pendirian antara 1926 atau 1927, namun pengasuh saat ini, KHR Abdus Salam Mujib, menyatakan pesantren telah ada sekitar tahun 1920 berdasarkan catatan santri pertama dan cerita tutur dari alumni sepuh.
Nama pesantren ini diambil dari nama pendirinya sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan dedikasinya dalam mengembangkan pendidikan Islam.
Sebelum mendirikan Ponpes Al Khoziny, Kiai Khozin Khoiruddin pernah mengasuh salah satu pondok pesantren di Siwalan Panji. Awalnya, pondok di Buduran ini dibangun sebagai kediaman bagi putranya, KH Moch Abbas, yang baru kembali dari menuntut ilmu di Makkah selama kurang lebih sepuluh tahun.
Lokasinya yang strategis di Jalan KHR Moh Abbas I/18, Desa Buduran, Sidoarjo, membuat pesantren ini lebih dikenal dengan sebutan Pesantren Buduran.
Kiai Khozin dikenal sebagai ulama karismatik dan sosok pendidik yang berpengaruh besar di Jawa Timur. Beliau lahir sekitar tahun 1875 di Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, dengan nama lengkap KH Moch Khozin bin Kiai Khoiruddin bin Ghazali bin R Mustofa. Ketekunan dan ketawaduannya saat menimba ilmu di Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Buduran pada tahun 1895 membuat KH Ya’qub, pengasuh pesantren tersebut, menjodohkannya dengan putrinya, Siti Fatimah.
Estafet Kepemimpinan Generasi Penerus
Data sementara Tim SAR Gabungan hingga Jumat (3/10/2025), tercatat total 111 orang menjadi korban dalam insiden tersebut. (AP Photo/Trisnadi)
Setelah pendiriannya, KH Moch Abbas, putra dari KH Raden Khozin Khoiruddin, dipercaya untuk mengurus dan mengembangkan pondok pesantren tersebut. Kedatangan KH Moch Abbas disambut baik oleh masyarakat setempat, sehingga pondok ini berkembang pesat menjadi sebuah pesantren yang dikenal luas. Beliau meneruskan amanat Kiai Khozin, termasuk mengadakan khataman tafsir Jalalain, yang semakin meningkatkan reputasi pesantren.
Setelah wafatnya KH Moch Abbas pada tahun 1978, kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh putranya, KH Abdul Mujib Abbas. Di bawah pengasuhannya, Ponpes Al Khoziny terus mengalami perkembangan signifikan, termasuk pendirian berbagai jenjang pendidikan formal. Pada tahun 1964, didirikan Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI) yang kemudian menjadi Madrasah Tsanawiah Al Khoziny. Selanjutnya, pada tahun 1970, berdiri Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI) yang berubah menjadi Madrasah Aliyah Al Khoziny, serta Sekolah Persiapan A dan B yang menjadi Madrasah Ibtidaiyah Al Khoziny.
Perkembangan pendidikan tinggi juga terjadi di bawah kepemimpinan KH Abdul Mujib Abbas. Pada tahun 1982, didirikan Sekolah Tinggi Diniyah, yang kemudian diformalisasi menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) dan Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) pada tahun 1993. Saat ini, lembaga pendidikan tinggi tersebut telah berkembang menjadi Institut Agama Islam (IAI) Al Khoziny, yang menjadi salah satu lembaga pendidikan Islam ternama di Sidoarjo.
Siapa Pengasuh Pesantren Al Khoziny Saat Ini?
Saat ini, estafet kepemimpinan Pondok Pesantren Al Khoziny dipegang oleh KH R. Abdus Salam Mujib. Dia merupakan putra dari KH Abdul Mujib Abbas, dan dengan demikian, adalah cucu dari pendiri pesantren, KH Raden Khozin Khoiruddin.
KH R. Abdus Salam Mujib berasal dari keluarga besar ulama yang sudah turun-temurun membina pesantren ini, menjaga garis keilmuan dan sanad pengajaran yang masih terjaga hingga kini.
Selain berperan sebagai pengasuh pesantren, Abdus Salam Mujib juga merupakan figur sentral di Nahdlatul Ulama (NU) Sidoarjo, di mana ia menjabat sebagai Rais Syuriyah PCNU Sidoarjo. Beliau menempuh pendidikan di Ponpes Al Khoziny, kemudian melanjutkan ke Pondok Pesantren Sarang, dan selanjutnya menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, di mana ia memperoleh gelar sarjana muda di bidang syariah.
Di bawah kepemimpinannya, sistem pendidikan di Al Khoziny terus berkembang pesat, mulai dari madrasah diniyah, pendidikan formal, hingga perguruan tinggi.
Sumber : Pesanlab99.id