Pengamat Nilai Raperda KTR Jakarta Dinilai Berpotensi Rugikan Rakyat Kecil, Minim Partisipasi Publik

Jakarta – Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) DKI Jakarta minim partisipasi publik dan berpotensi merugikan pelaku usaha kecil.

“Kalau dilihat banyak asosiasi dan pedagang yang protes, artinya penyusunan minim partisipasi publik. Harusnya raperda bersifat partisipatif karena INITOGEL ini diatur dalam UUD dalam pembentukan perundang-undangan,” kata Trubus dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (11/10/2025).

Trubus menegaskan, pelibatan publik penting agar tidak terjadi gugatan setelah peraturan disahkan. Ia juga mendorong pemerintah daerah membuka ruang konsultasi publik dan dialog terbuka untuk membahas pasal-pasal yang dianggap bermasalah, seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak.

Menurut Trubus, peraturan daerah seharusnya mencerminkan kepentingan seluruh komponen masyarakat, termasuk pelaku usaha kecil yang akan terdampak langsung oleh kebijakan tersebut.

“Jangan sampai sebuah peraturan justru merugikan rakyat kecil,” ucap dia.

Raperda KTR yang sedang digodok DPRD DKI Jakarta tersebut belakangan memicu gelombang penolakan dari berbagai organisasi pelaku usaha kecil.

Mereka mengkritisi sejumlah pasal dalam Raperda KTR yang berpotensi menekan ekonomi rakyat dan mengancam keberlangsungan warung makan, pasar tradisional, serta UMKM.

Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni, mengaku kecewa terhadap sikap Panitia Khusus DPRD DKI Jakarta yang tetap meloloskan pasal-pasal mengenai zonasi pelarangan penjualan rokok, pemberlakuan izin penjualan, dan pelarangan pemajangan produk.

“Kami kecewa, aspirasi pedagang kecil tidak didengarkan. Raperda KTR yang dipaksakan ini akan semakin menindas usaha rakyat kecil,” kata Mukroni.

25 Ribu Warteg Tutup Setelah Pandemi Covid-19

Warteg

Deretan makanan di salah satu warteg yang berada di kawasan Kali Pasir, Cikini, Jakarta Pusat.

Mukroni membeberkan, lebih dari 25 ribu warteg telah tutup pascapandemi, dan aturan baru ini berpotensi mempercepat kebangkrutan usaha yang tersisa.

Menurut dia, perluasan kawasan tanpa rokok dan pembatasan penjualan di warung maupun pasar akan mengurangi jumlah pelanggan dan memperburuk kondisi ekonomi pedagang kecil.

“Kalau pelanggan makin berkurang, tentu pendapatan ikut turun. Ini berat bagi kami,” ucap Mukroni.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Mujiburohman juga menyampaikan keberatannya atas rencana perluasan KTR, terutama yang mencakup pasar tradisional.

“Kami keberatan jika pasar tradisional dimasukkan dalam perluasan KTR. Ini jelas akan mengurangi pendapatan pedagang,” tandas Mujiburohman.

Lebih lanjut, Mujiburohman juga menolak pasal zonasi pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak. Dia beranggapan, hal itu tidak realistis dan berpotensi mengancam mata pencaharian jutaan pedagang di seluruh Indonesia.

Kepala Dinkes DKI Jakarta: Raperda Kawasan Tanpa Rokok Belum Final

Ilustrasi diet merokok/freepik.com/nensuria

Rokok memang bisa menjadi penghangat saat hujan, tetapi jangan sampai kamu menjadikan rokok sebagai pengganti makanmu ya! (Foto dok: Freepik/nensuria).

Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta Ani Ruspitawati menyatakan pihaknya saat ini masih terus membahas rancangan peraturan daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) bersama Panitia Khusus atau Pansus DPRD.

Menurut dia, Raperda KTR ini masih jauh dari kata final. Pasalnya, menurut Ani, masih ada sejumlah tahapan jika nantinya diputuskan menjadi Perda.

“Masih dalam tahap pembahasan, jadi belum final,” kata Ani di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis 9 Oktober 2025.

Dia menjelaskan, pada pembahasan KTR ini, Dinkes DKI Jakarta bakal lebih fokus kepada aspek kesehatan di masyarakat. Mengingat, masih tingginya angka perokok di usia muda.

“Karena kami melihat memang perokok di usia muda itu di Jakarta semakin lama semakin tinggi. Itu yang menjadi concern kami sebetulnya. Dan biaya penyakit karena akibat merokok itu termasuk dalam salah satu penyakit yang membutuhkan biaya yang tinggi,” ucap Ani.

Dia pun memastikan, dalam pembahasannya sesuai dengan arahan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, ruang bagi kelompok UMKM akan tetap diberikan.

“KTR masih pembahasan dan kami akan memperhatikan arahan dari Pak Gubernur agar Perda KTR ini tetap memberikan ruang untuk kelompok UMKM terutama,” kata Ani.

Lebih lanjut, Ani mengatakan, dalam Raperda KTR akan ada relaksasi terhadap pasal yang berhubungan dengan kelompok UMKM.

“Tapi sekali lagi sesuai dengan arahan bapak, akan ada relaksasi terhadap pasal yang berhubungan dengan kelompok UMKM terutama untuk tetap memberikan ruang terhadap penjualan,” kata Ani.

Sumber : Pesanlab99.id